Langkah Tegas Jaksa Agung
Tepat dua minggu, setelah jaksa Urip Tri Gunawan ditangkap KPK, Jaksa Agung mencopot Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kemas Yahya Rahman. Selain mencopot Kemas, Jaksa Agung Hendarman Supandji, Senin (17/3), juga mencopot Direktur Penyidikan pada Bagian Tindak Pidana Khusus Muhammad Salim.
Sebagaimana dikatakan Jaksa Agung, penggantian Kemas dan Salim adalah untuk menjaga kredibilitas Kejaksaan Agung dalam menangani perkara korupsi. ”Kita lihat kredibilitas berkurang. Apabila pejabat di situ, menyampaikan kinerja, masyarakat tak percaya,” demikian alasan Jaksa Agung.
Penangkapan Urip oleh petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Minggu (2/3), sungguh mencengangkan. Dalam mobil Urip ditemukan bukti 660.000 dollar AS. KPK kemudian juga menangkap Artalyta Suryani, seorang perempuan yang jago lobi dan dekat dengan sejumlah petinggi politik negeri ini.
Keduanya memang mempunyai alibi bahwa transaksi yang mereka lakukan adalah transaksi permata. Alibi yang coba dibangun itu sah-sah saja sebagai upaya pembelaan diri. Namun, pada sisi lain, publik pun punya hak untuk meragukan konstruksi cerita yang akan dibangun. Dalam konteks itulah, menjadi tugas KPK untuk membuktikan apa yang sebenarnya terjadi. Apakah Urip bekerja seorang diri atau justru Urip hanyalah operator dari sebuah jaringan!
Kita sungguh terkejut dengan kembali terungkapnya skandal itu! Upaya pemberantasan korupsi yang gencar dilakukan ternyata tidak menimbulkan efek jera. Ketika anggota KPU Mulyana W Kusumah ditangkap KPK saat mencoba menyuap petugas BPK, kita berharap itu adalah kasus pertama dan terakhir. Namun nyatanya, praktik suap yang tertangkap tangan terus dan terus saja terjadi, sampai akhirnya tertangkaplah jaksa Urip.
Kita mempertanyakan, mengapa perilaku tercela seperti ini tak pernah berubah. Mengapa korupsi terus saja hidup dalam kultur masyarakat Indonesia. Ada pendapat yang menyebutkan pemberantasan korupsi hanya dialamatkan pada orang yang tidak punya perlindungan hukum dan politik. Atau, pemberantasan korupsi hanya menyentuh pelaku yang tertangkap tangan, tetapi tak mampu membongkar jaringan yang lebih luas.
Dalam konteks itu, kita menghargai langkah cepat dan tegas Jaksa Agung mencopot Kemas Yahya dan Muhammad Salim dari jabatannya. Langkah itu sedikit banyak memberikan harapan kepada publik. Meskipun demikian, proses selanjutnya tetap dituntut. Apakah keduanya terlibat atau justru bersih, tetap diperlukan melalui pemeriksaan yang transparan dan akuntabel.
Kita mengapresiasi langkah Hendarman yang tak banyak beretorika dan berwacana, tetapi justru cepat mengambil keputusan. Kita berharap momentum ini sungguh dimanfaatkan Jaksa Agung untuk melakukan reformasi di tubuh Kejaksaan Agung. Untuk langkah itu, dukungan politik nyata dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono amat sangat diperlukan!