Jumat, 07 Desember 2007

Menjawab Keraguan Publik!

KOMPAS
7 Desember 2007

Menjawab Keraguan Publik!

Reaksi berupa kekecewaan muncul ke permukaan menyusul keputusan Komisi III DPR memilih lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.Kita memandang wajar kekecewaan publik tersebut.

Kekecewaan dan keraguan harus dipandang sebagai ekspektasi publik yang besar terhadap agenda reformasi, yakni pemberantasan korupsi! Logika publik wajar bahwa pimpinan KPK haruslah sosok yang integritasnya tidaklah lagi dipersoalkan. Rasionalitas publik itu bisa dimengerti karena semangat pendirian KPK tahun 2003 adalah karena adanya ketidakpercayaan terhadap aparat penegak hukum yang ada.

Namun, itulah hasil demokrasi prosedural di DPR, di mana akseptabilitas politik lebih mengedepan. Terasa ada kesenjangan aspirasi antara wakil rakyat dan rakyat yang diwakilinya. Sebagaimana terekam dalam pemberitaan media massa, ada keinginan parpol untuk tak lagi menjadikan KPK sebagai lembaga super.

Rabu malam, Komisi III DPR memilih Antasari Azhar, seorang jaksa, sebagai Ketua KPK dengan empat wakil ketua, yakni Chandra Hamzah (advokat), Bibit Rianto (purnawirawan polisi), Haryono (BPKP), dan Mohammad Jasin (Litbang KPK). Pimpinan KPK lama yang ikut mencalonkan diri tak dipilih DPR.

Gejala mengganti orang lama bukan yang pertama kali. Sebelumnya, DPR merombak total anggota Komisi Pemilihan Umum dan mengganti semua anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Tak jelas rasionalitas di baliknya. Kepentingan tampaknya melatari rasionalitas itu. Kita seperti terbiasa memulai sejarah dari titik nol.

Kinerja KPK telah mengganggu kepentingan parpol. Sejumlah anggota parpol yang menjadi pimpinan di daerah dijerat KPK. Gebrakan KPK ini dirasakan sebagai ancaman bagi kepentingan parpol. KPK pun dituding melakukan diskriminasi dalam memberantas korupsi.

Pertanyaannya: seriuskah kita memberantas korupsi? Ataukah kita mendukung pemberantasan korupsi sejauh bukan kita, kelompok kita, anggota parpol kita yang terkena? Meskipun ada keraguan itu, kita mau mengatakan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi tetap harus diperjuangkan! Korupsi merupakan pelanggaran hak ekonomi, sosial, budaya yang merugikan rakyat!

Pemenang Nobel Oscar Arias Sanches pernah menulis: korupsi senantiasa berkembang dalam kegelapan totaliterisme, otoriterisme, dan kediktatoran. Namun, tidaklah berarti demokrasi kebal terhadap korupsi. Skandal korupsi berkepanjangan bisa mengecewakan hati rakyat dan bisa membangkitkan perlawanan rakyat.

Keraguan publik atas pimpinan KPK yang baru harus dijawab dengan karya nyata. Survei Transparency International 1996-2007 paling tidak menunjukkan Indonesia tetap berada di kelompok negara terkorup. Pendekatan keserentakan yang tidak hanya mengedepankan penegakan hukum diperlukan untuk meraih kembali dukungan publik. Ketika semua perangkat tersedia, sebagaimana dikatakan Ketua KPK Taufiequrachman Ruki, tidak ada alasan untuk tidak ngegas.!

Tidak ada komentar: